Renungan Filipi 2:6-8 Mengambil Rupa Seorang Hamba
Ayat Alkitab Filipi 2:6-8
Judul Renungan: Mengambil Rupa Seorang Hamba
Filipi 2:6-8 (TB) 6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Kalimat yang tepat untuk mendefinisikan kedatangan Yesus ke dalam dunia adalah, “Hati yang Penuh belas kasihan terhadap orang-orang berdosa.” Dan orang berdosa itu adalah Anda dan saya, inilah yang harus kita sadari setiap hari, setiap saat, tidak peduli sebaik apa pun kita hidup mematikan dan mengalahkan dosa-dosa kita. Mengapa kita perlu menyadari bahwa kita orang berdosa?
Paulus memberikan kepada kita penerapan praktis pada ayat sebelumnya, yaitu untuk kita “menaruh pikiran dan perasaan yang juga terdapat di dalam Kristus” (Fil. 2:5) Dan penerapan ini, secara jelas, seperti apa seharusnya kita hidup, Paulus beritakan di ayat yang kita renungkan sekarang. Ketika kita sadar akan semua dosa kita, kita akan benar-benar menghargai, mengagumi kasih karunia, kita akan sungguh-sungguh bersyukur atas semua karunia yang Allah berikan kepada kita, terutama dalam hal pengampunan dosa, yang memberikan kita kekuatan baru untuk terus melemahkan kuasa dosa yang masih ada di dalam diri kita.
Jadi sekarang, marilah kita hidup dengan terus mengarahkan pandangan kita kepada Kristus, dengan terus mengarahkan pandangan kita pada salib-Nya. Dengan terus merenungkan kasih karunia-Nya dan segala dosa yang harus kita matikan setiap hari. Karena itu marilah kita merenungkan Injil, kiranya kuasa Injil terus meresap ke dalam hati dan pikiran kita sehingga hidup kita terus semakin serupa dengan Kristus. Mari kita merenungkan apa yang Yesus telah lakukan, untuk menyatakan kasih-Nya kepada kita bagi kemuliaan Allah.
Tidak Menganggap Kesetaraan Dengan Allah
Karakter Yesus sebagai manusia sejati, bertolak belakang dari kita yang adalah manusia yang berasal dari Adam. Kita berdosa, karena memiliki natur yang rusak yang diwariskan oleh Adam dan Hawa, karena kita ingin menjadi tuhan atas kehidupan kita sendiri bahkan orang lain. Kita menginginkan segala hal yang tidak kita miliki untuk kita sembah, inti dari kejatuhan manusia dalam dosa adalah keinginan untuk menguasai kehidupan ini dan menjadi tuhan dan menyembah diri sendiri.
Kita percaya, bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia, kita percaya bahwa Dialah penguasa alam semesta. Dan kita percaya, Dialah yang telah menciptakan dunia ini, ketika kita menyadari kekuasaan Yesus di muka bumi ini. Pada saat yang sama kita dapat melihat kasih yang begitu besar dari Allah yang berkuasa. Dia rela menjadi sama dengan manusia, ciptaan-Nya. Untuk membawa mereka keluar dari kehidupan dosa yang sia-sia, memanggil manusia dari kematian untuk masuk ke dalam kehidupan yang bermakna dan berhenti menjadi Tuhan.
Jadi kita dipanggil untuk terus memandang pada kehidupan Yesus, yang tidak menganggap diri-Nya setara dengan Allah. Dia telah hidup sebagai seorang manusia sejati, tanpa dosa, tanpa pemberontakan. Dia hidup melakukan kehendak Allah dengan sempurna, dengan tujuan yang jelas untuk menebus manusia agar bebas dari dosa dan kutuk hukuman dosa. Sehingga barangsiapa percaya kepada-Nya diselamatkan, dibebaskan dan dihidupkan. Menemukan pengharapan sejati di dalam kasih Allah yang sempurna.
Menjadi seperti Yesus adalah tujuan hidup kita, kita dipanggil untuk meninggalkan diri kita sendiri dan mengenakan Kristus sebagai tujuan hidup. Kita perlu dan terus-menerus bertobat dari keinginan kita menjadi tuhan atas kehidupan kita sendiri, untuk bertobat dari cara hidup kita sesuai keinginan kita sendiri dan menolak Allah memimpin, membimbing kita dan membawa kita hidup dalam kasih karunia-Nya, kekudusan dan kemuliaan yang sejati.
Telah Mengosongkan Diri-Nya Sendiri
Yesus mengosongkan diri, bukan dalam hal Dia bukan lagi Allah, Yesus tetap Allah sejati pada saat yang sama Dia adalah manusia sejati. Karena Dia Allah sejati, maka Dia adalah manusia yang kudus tanpa dosa, Yesus tidak pernah berhenti menjadi penguasa alam semesta dan pencipta. Namun Dia mengambil rupa manusia untuk memperlihatkan bagaimana seharusnya manusia hidup.
Kehidupan Yesus sebagai manusia merupakan sumber teladan kita, kita harus terus belajar untuk hidup seperti Yesus hidup, untuk terus memperlihatkan bahwa kita adalah murid Yesus. Yesus tidak pernah hidup sebagai punguasa yang menindas, Dia adalah penguasa yang melayani dengan penuh belas kasihan.
Kasih Yesus kepada manusia, didasarkan pada kehendak Allah Bapa atas dirinya, karena itu Yesus sendiri mengatakan, “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” (Yoh. 4:34) Yesus tidak datang ke dalam dunia sebagai manusia untuk menjadi Tuhan atas kehidupan-Nya dan kehendak-Nya, meskipun Dia Tuhan, namun Dia menunjukkan bagaimana seharusnya seorang manusia hidup, yaitu memiliki kasih kepada Allah dan sesama manusia, ini adalah inti dari kehidupan manusia seharusnya, inilah tujuan dari hidup kita.
Jadi Yesus mengosongkan diri-Nya, menjadi hamba yang melayani dan menderita, bukan berarti Dia tidak menjadi Allah, Dia tetap Allah sejati dan manusia sejati. Dan ketika Yesus yang adalah Allah yang berkuasa, Dia menambahkan natur manusia ke dalam diri-Nya, menjadi terbatas seperti manusia. Dalam hal dapat haus, lapar, lelah, dan mati. Tetapi Dia tetap Allah yang kudus, berkuasa dan tidak ada dosa di dalam diri-Nya.
Sekarang, kita dapat merenungkan kehidupan kita, kita sangat ingin menjadi Allah dan dilayani, kita sangat ingin menjadi bos dan dilihat banyak orang bahkan mendapatkan banyak pujian. Kita sangat menginginkan keberhasilan dalam hidup kita sehingga kita layak untuk diteladani dan dipuji. Kita ingin menjadi ilah atas hidup kita. Melalui perenungan kali ini, kita dipanggil untuk bertobat dari keinginan kita menjadi Allah dan datang kepada Yesus.
Yesus yang adalah teladan sejati, Yesus adalah Tuhan yang layak menerima seluruh penyerahan diri kita. Yesus yang telah membebaskan kita dari perbudakan dosa, agar kita dapat menjadi serupa dengan Dia, dalam proses kehidupan kita, di dalam sisa-sisa umur kita yang sangat singkat. Jadi sekarang, di dalam kuasa Injil, kita berjalan di jalan yang benar, oleh karena Yesus telah membenarkan kita, menghidupkan kita dan menjadikan kita milik-Nya. Untuk menjadi hamba seperti diri-Nya. Melakukan kehendak Bapa, seperti diri-Nya.
Sampai Mati Di Kayu Salib
Yesus telah hidup dalam kebenaran yang sempurna, Dia taat dalam kekudusan dan kebenaran karena Dia adalah Allah. Kehendak Allah Bapa atas diri-Nya, Dia kerjakan dan saat ini, kita sampai pada puncak kehendak Allah Bapa atas diri-Nya. Yaitu kematian yang terkutuk, kematian yang menjadikan Yesus orang berdosa, karena dosa kita ditimpakan kepada-Nya.
Kematian Yesus di atas kayu salib adalah kematian yang terkutuk, “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib.” (Gal. 3:13) Dan kematian Yesus adalah kematian yang menghidupkan, maka dari itu Paulus sangat ingin mengenal Yesus, bahwa segala sesuatu yang dahulu berguna, kini rugi karena makna dari kematian Kristus.
Saudaraku, apakah Anda dan saya hari-hari ini terus hidup dan meletakkan pikiran kita pada perenungan yang berpusat pada salib. Kekristenan tanpa salib, merupakan kekristenan tanpa kasih karunia, tanpa perubahan budi, dan tanpa Kristus.
Kekristenan yang terus berpusat pada salib, merupakan kekristenan yang terus hidup menjadi murid. Dimuridkan untuk taat kepada kehendak Kristus, untuk hidup bagi Kristus dan melakukan apa yang Dia lakukan. Sebab kita bukan hanya dipanggil untuk melayani Dia, tetapi juga disalibkan bersama dengan Dia, disalibkan bersama dengan Dia berarti menderita dengan Dia. Mematikan dosa dan mengeluarkan buah Roh Kudus, lahir dari diri kita yang diubahkan secara perlahan namun pasti oleh kasih karunia yang berpusat pada pengertian akan Kristus yang telah disalibkan dan telah bangkit dari kematian.
Hidup kita sekarang jelas untuk Kristus, di dalam kasih karunia-Nya, kita mendapatkan pengertian yang melimpah akan kehidupan yang sekarang dan kekal. Maka dari itu, sekarang, marilah kita masuk ke dalam kehidupan yang mengasihi, menghamba, mematikan dosa, dan bersama-sama kita memberiakan Injil, melalui pekerjaan kita, di dalam keluarga kita, komunitas gereja kita, Masyarakat kita, melalui semua konteks kehidupan kita, Injil dapat benar-benar dipahami dan Allah saja dimuliakan. Amin.
Posting Komentar untuk "Renungan Filipi 2:6-8 Mengambil Rupa Seorang Hamba"
Silahkan Berkomentar