Makna Penderitaan Yesus Sebelum Disalibkan
Kitab Markus ditulis oleh Yohanes Markus, Kitab Markus memiliki alur tulisan yang menceritakan kehidupan Yesus lebih banyak berinteraksi degan murid-murid-Nya. Melalui Injil Markus kita akan merenungkan makna penderitaan Yesus sebelum Ia disalibkan.
Ia menujukkan kehidupan praktis kepada para murid, sehingga murid-murid, dapat meneladani Dia sebagai guru di atas segala guru pada masa kehidupan-Nya. (Markus 10:33-34), Dia yang akan menjadi bahan olok-olokan, diludahi dan disesah, dan lain-lain. Saya akan berusaha membawa Anda untuk masuk ke dalam penderitaan Yesus.
Suatu hal yang wajar, jika seorang penjahat harus dihina dan dihukum mati dengan cara yang menyakitkan. Tetapi pada artikel ini, kita akan merenungkan Dia yang seharusnya dimuliakan, telah menjadi sangat hina. Makna penderitaan Yesus, menjadi rendah menggantikan yang benar-benar hina, sebelum Ia disalibkan Ia dipermalukan. diperlakukan seolah-olah Dia adalah penjahat no satu yang suka membuat onar.
Kita semua adalah pendosa, tidak peduli latar belakang, setiap dari kita dikandung oleh ibu di dalam natur dosa yang membinasakan. Kita telah bersalah sejak kita ada di dalam kandungan, kesalahan ini adalah kecenderungan setiap manusia. Saudaraku setiap kita menginginkan kebebasan, saat anak muda ditanya mengangapa Anda tidak ingin tinggal di Asrama? Ia menjawab, “saya tidak mau di asrama karena tidak bebas.”
"Kita menjual diri kita kepada Iblis dengan kehenda bebas kita sendiri, dan ketika Allah dalam kebaikan-Nya ingin mengembalikan kebebasan kita lagi, ada semacam keharusan bagi Dia untuk tidak melakukan kekerasan, melainkan memberikan kepada iblis semua hal yang ia minta sebagai harga tebusan yang sangat mahal atas milik-Nya."~Gerald Bray “Allah telah berfirman sejarah teologi jilid 1” hal 513
Ketika saya merenungkan hal ini, saya mendapati bahwa benar kata Alkitab, kita adalah pemberontak. Kita tidak mau ada tuan yang lebih besar selain diri kita sendiri, kita ingin selalu berkuasa atas diri sendiri. Inti dari Injil Markus menunjukkan kepada kita bahwa Kristus adalah Putra-Hamba Allah yang setia.
Kita akan belajar enam poin, untuk merenungkan makna penderitaan Yesus, Penderitaan yang ditulis di dalam Injil Sinoptik dan Injil Yohanes. Kita akan mengawali poin dari Injil Markus, melihat kedalam makna dari perkataan Yesus, dimana Ia sudah mengetahui, ketika Ia berada di Yerusalem, pada saat yang sama, penderitaan dan kematiaan menanti-Nya.
- Menjadi sangat hina
- Kehinaan yang menjadi kemuliaan
- Rasa sakit itu
- Menderita kesakitan sampai kematian menjemput
- Kuasa kematian yang dikalahkan
- Melihat diri kita sebagai manusia hina
Makna Penderitaan Yesus Sebelum Disalibkan
1. Menjadi sangat hina
Bagaimana penderitaan yang dialami oleh Yesus? Ia menjadi sangat hina. Mari kita masuk ke Markus 10: 33-34 (TB), “kata-Nya: "Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, dan Ia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh, dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit.”"
Sebenarnya ayat di atas, satu kesatuan yang menjelaskan setiap poin yang akan kita renungkan bersama. Pada poin kita yang pertama mari kita membayangkan, merenungkan, merasakan, dan melihat secara jelas dengan imajinasi kita bagaimana Yesus diolok dan diludahi.
Ini penghinaan kepada Anak Allah yang kekal, penguasa dunia, Dia yang pada mulanya Firman, Dia yang mulia ada bersama-sama dengan Allah. Melihat secara jelas bagaimana Dunia saat ini terbentuk, sebab semuanya telah diciptakan di dalam Dia. Jika saja Anda dan saya tahu yang kita ludahi dengan dosa-dosa adalah penguasa dunia ini, kita akan gemetar ketakutan.
Mengapa Yesus? Engkau mau menjadi sangat hina, mengapa Engakau menjadi sangat rendah? Bahkan kami orang-orang yang percaya saat ini telah memperlakukan-Mu sama seperti binatang. Oooo dosa, dosa, begitu layaklah manusia berdosa dibinasakan. Sampai akhirnya kami dapat melihat anugerah-Mu.
Saudaraku kita adalah pendosa yang hina, kitalah yang layak untuk diludahi, kita layak untuk dicaci maki karena keberdosaan, kemunafikan yang tertanam dalam, di dalam diri kita, kita adalah manusia-manusia binasa. Allah telah menunjukkan kasih-Nya ketika kita masih berdosa. Saya dapat mengerti sekarang apa itu, keselamatan oleh iman.
Tidak ada setitikpun, apa yang dapat saya kerjakan, saya memberikan dosa, kita memberikan dosa untuk Yesus, sehingga Ia diludahi. Menjadi sangat hina, Ia menderita kesakitan. Bahkan kita melihat Dia tidak masuk hitungan, sebagai manusia yang pantas untuk disanjung dan diacungkan jempol. Karena kita pendosa yang mati, kita tidak akan pernah mau lihat kemuliaan lain selain kemuliaan diri kita sendiri.
Para pembesar dunia berusaha mengalahkan Dia yang diurapi Allah. Pemazmur menyerukan, “Mengapa rusuh bangsa-bangsa, mengapa suku-suku bangsa mereka-reka perkara yang sia-sia? Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar bermufakat bersama-sama melawan TUHAN an yang diurapi-Nya: “Marilah kita memutuskan belenggu-belenggu mereka dan membuang tali-tali mereka dari pada kita!”” Mazmur 2:1-3 (TB)
Menghina Kristus, kita mengolok-olok Dia, inilah gambaran dari dosa-dosa kita yang menjijikkan. Kita berlagak sebagai orang suci dan benar, kita adalah ahli-ahli Taurat yang seringkali merasa karena kebenaran busuk kitalah, kita layak untuk ada di hadapan Allah. Ini kebodohan dari pendosa, inilah kengerian dan kemunafikan hati kita, ada seruan pertobatan untuk Anda dan saya.
Dosa yang tidak terlihat, kita harus bertobat dari dosa jenis ini, bahwalah dosa itu kepermukaan untuk sehingga terlihat. Kita harus menemukan dosa-dosa yang membuat diri kita seringkali merasa nyaman. Dosa yang sangat kita cintai, dosa yang memang natur kemanusiaan. Kita haruslah kembali ke Firman Allah, Firman yang dapat memberikan kepada kita kehidupan dan pengetian yang dalam akan kehinaan Kristus.
Kita tidak akan dapat mengerti, makna dari kehinaan Kristus dengan hati nurani. Kita tidak akan mengerti jika Roh Kudus tidak membukakan kebenaran ini kepada kita, makna yang tersimpan, dituliskan di Alkitab.
“Dasar yang dipakai hati nurani untuk melilai sesuatu adalah pengetahuan naluriah akan adanya Allah serta sifat-sifat moral yang diberikan Allah kepada manusia, Akan tetapi karena pengetahuan ini telah dicemarkan oleh dosa, maka pengetahuan itu tidak dapat menjadi dasar yang benar untuk menilai tindakan-tindakan kita. Hati nurani menilai berdasarkan standar sosial yang telah diterima atau dapat juga disebut sebagai pengalaman hidup. Saudaraku satu-satu standar yang sejati untuk hati nurani yang telah jatuh dalam disa, ialah Alkitab, sebagaimana Roh Kudus telah menafsirkannya untuk kita terima.” Hendry C. Thiessen, “Teologi Sitematikan” hal 249
Hati nurani yang berdosa, kita diselamatkan dari kehinaan ini, maka ditimpakan kepada-Nya semua hukuman dosa, kebinasaan. Kita pada dasarnya diselamatkan oleh Yesus dari hati kita yang jahat. Melalui kehinaan Yesus, kita diajak untuk mendasarkan kehidupan kita, hati yang merupakan sumber tindakan untuk tunduk pada otoritas Alkitab.
2. Kehinaan yang menjadi kemuliaan
Kita telah belajar, bagaimana Injil Markus membawa kita untuk melihat kehinaan yang ditumpakan kepada Yesus, kehinaan itu adalah kehinaan Anda dan saya. Makna penderitaan Yesus bagi orang beriman, merupakan pusat dari pengharapan akan kehidupan kekal. Karena penderitaan Yesus merupakan hukuman dosa yang Ia terima, dosa manusia, dosa Anda dan saya.
Kita akan fokus bagaimana kemuliaan yang diterima oleh Yesus karena Ia telah taat sampai mati, tanpa dosa tanpa keselahan sedikitpun. Inilah Injil kabar baik, Injil yang memberitakan kepada kita, bahwa Yesus yang telah menjadi hina, telah bangkit sebagai Raja dunia, Dia adalah Hakim yang adil.
“Yesus telah mati di atas kayu salin dan bangkit kembali dari antara orang mati dipercaya secara universal di antara orang Kristen, Sentralitas salib sebagai symbol utama iman Kristen dam frekuensi peringatan Ekaristi akan kematian-Nya menyadarkan hal ini pada generasi baru orang-orang percaya dan tetap menyadarkan. Tentunya hal ini sangat berdampak pada diri kita, kita bertobat dan diampuni.” .~Gerald Bray “Allah telah berfirman sejarah teologi jilid 1” hal 504
Saya ingin mengajak Anda untuk melihat kemuliaan dibalik pertobatan sejati, kemuliaan yang telah hadir karena pengorbanan Kristus, kemuliaan itu adalah pribadi yang telah menjadi sempurna dan mendatangi para murid untuk memberikan visi dimana hati Allah ada disana. Yaitu Injil bagi segala bangsa.
Kristuslah kemuliaan yang sejati, Ia menjadi hina karena satu yang Ia pertahankan. Memberikan kepada kita pengertian akan kemuliaan dunia yang fana dan menipu dan kemuliaan Yesus yang sejati di dalam kekekalan. “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” Filipi 2:9-11 (TB).
Ketika kita kembali ke kitab Kejadian 1, dunia yang gelap gulita, ketika Allah hadir Ia menciptakan terang. Selalu ada terang setelah gelap, selalu ada Pelangi sehabis hujan, dan selalu ada cerahnya cuaca setalah badai yang menerpa. Begitu juga yang Yesus alami, Ia menjadi sangat hina.
Namun ketika saya membayangkan Ia bangkit, betapa cerahnya wajah itu, Ia menang atas (KPR. 2:32), sumber pengharapan. Kuasa dosa tidak lagi berkuasa, maut tidak lagi membinasakan (1 Korintus 15:55). Jika karena Adam kita telah mati, maka suatu kebenaran dan kemuliaan yang mutlak ketika karena kemuliaan Kristus kita dapat beroleh kemuliaan. Ketika kita percaya dan bertobat, membenci dosa-dosa.
Inilah kemuliaan itu, kemuliaan yang diawali dengan kehinaan yang menyakitkan. Ia harus merebut kita dari kuasa maut, dengan memberikan diri-Nya diterkam oleh maut. Tetap maut itu telah dikalahkan. Kabar Injil selalu membuat hati ini, berteriak sekuat mungkin. Bagaimana tidak, ini adalah teriakan sukacita, tidak akan pernah ada sukacita yang seperti ini jika kita hidup di luar Kristus.
Sukacita oleh karena Injil mungkin akan secara jujur membukakan dosa-dosa kita, tetapi Injil adalah kabar baik. Ketika kita tidak memiliki harapan karena kita secara jujur mengakui dosa-dosa kita, secara jujur mengakuinya. Maka kehidupan yang baru, sukacita abadi, kehidupan rohani yang memuaskan, inilah yang kita dapatkan.
Untuk menutup poin ini, lalu kita masuk pada poin yang akan membukukan setiap titik-titik rasa sakit Yesus Kristus. Mari kita renungkan ayat berikut; “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.” Roma 5:1 (TB).
3. Rasa sakit itu
Makna penderitaan kristus bagi manusia, sangatlah penting untuk menjadi pusat dari perenungan kita, pada hari-hari yang lemah lesu. Kesadaran akan penderitaan Yesus adalah penderitaan kita yang Ia tanggung. Realitas Alkitab ini, sangat-sangat menyegarkan jiwa, di dalam Kristus tidak ada rasa lelah yang sampai-sampai membuat kita berhenti untuk melangkah sebagai cahaya Injil.
Rasa sakit yang kita rasakan sebagai pemberita Injil, menulis terus tentang Injil Yesus Kristus, karena suatu Kesia-siaan belaka, jika apa yang saya tulis. Tidak memberitakan injil. Kabar baik yang selalu menyuarakan pertobatan.
"Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya, sedangkan orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan” 1 Timotius 13-14 (TB).
Mari kita memaknai setiap rasa sakit Yesus adalah rasa sakit kita, saya melihat keseriusan hukuman dosa. Dosa memisahkan, dosa memberikan kebinasaan kekal, dosa membuat manusia tidak menginginkan Allah sejati. sebab manusia telah menjadi ilah atas dirinya sendiri.
Lalu mereka meludahi muka-Nya dan meninju-Nya; orang-oran lain memukul Dia, dan berkata: Cobalah katakan siapa kami, hai Mesias, siapakah yang memukul Engkau." Matius 26:67-68 (TB). Jika pada poin yang pertama Yesus hanya sedang menjelasakn nubuat yang Yesus katakan tentang penderitaan-Nya. Pada poin ini, kita maju selangkah, kini kita melihat nubuat itu telah menjadi kenyataan.
Yesus sekarang ada di tangan orang-orang yang siap memukul Dia, bahkan saya mengira ada di sana orang-orang yang memukul. Tanpa mengetahui apa salah Yesus, mereka hanya memukul Yesus untuk kepuasan diri mereka. Mereka mengolok-olok dia. Mereka datang dan merasakan pantaslah seorang penjahat untuk dipukul dan dihina.
Ini suatu kegilaan, saya selalu berpikir, saya selalu merasa tidak mungkin ini terjadi. Bagaimana mungkin, Dia yang mulia itu, mau menyelamatkan orang-orang yang membenci Dia. Dengan cara yang menyakiti diri-Nya sendiri, Ia dihancurkan. Ia merasakan sakitnya menjadi manusia yang memiliki daging.
Setiap keterbatasan yang Anda dan saya saat ini rasakan. Setiap kali saya menulis dan saya tidak dapat ide, bahkan mengantuk, bahkan sangat lelah dan berteriak marah karena keterbatasan. Saya sadar sekarang Kristus Allah tak terbatas, untuk memberikan Anda dan saya pengharapan akan keterbatasan kita yang sementara. Ia merasakan keterbatasan itu, Ia tidak memiliki hak untuk melawan orang-orang yang memukul Dia, karena Yesus taat pada Allah Bapa.
Itu mengapa keselamatan di dalam Yesus, bukanlah keselamatan hasil usaha manusia, manusia pada dasarnya telah mati. Usaha apakah yang dapat dikerjakan orang mati? Jawabnya tidak ada. Rasa sakti yang Yesus rasakan di dalam keterbatasan menghasilkan keselamatan yang seperti ini.
“Keselamatan-Ku tidak didasari pada pencapaian moral manusia, tidak juga ditentukan pada garis keturunan, talenta, dan besarnya usaha manusia maupun rekam jejak manusia yang berdosa. Sebab keselamatan di dalam Yesus memanggil mereka yang lemah bukan mereka yang kuat. Iman Kristen yang sebenarnya percaya bahwa Yesus menyelamatkan kita melalui kematian dan kebangkitan-Nya sehingga kita diterima semata karena kasih karunia - inilah Injil bahwa keselamatan hanya oleh karya Yesus Kristus, rasa sakit Yesus yang teramat sangat.” Timothy Keller “Perjumpaan-Perjumpaan Dengan Yesus” hal 95.
Ketika kita merenungkan rasa sakit yang Yesus alami, begitu indahnya Injil menjelaskan kepada kita satu makna terpendam. Sehingga kita dapat mengerti bahwa rasa sakit yang kita rasakan merupakan perjalann, untuk semakin menikmati kasih karunia yang ada di dalam Yesus, kita semakin mengenal Dia dan menginginkan Dia terus menerus.
Mari kita memandang pada Yesus, melihat setiap kepedihan, daging yang robek akibat disesah, daging yang terkoyak, kulit yang tercecer, darah yang mengalir. Tubuh yang dirumukkan. Saudaraku sesahan orang-orang romawi bukanlah dari tali nilon yang seperti ada di Indonesia.
Alat sesahan yang dibuat, merupakan alat yang secara khusus dirancang untuk membuat korban yang menerima pukulan darinya menjadi sangat hancur. Dagingnya haruslah terkoyak dan berhamburan ke luar.
Ketika membayangkan darah Yesus yag mengalir. Saya membayangkan bagaimana mungkin yang mengalir hanya darah. Ini darah murni bersama serpihan atau koyakkan daging yang hancur mengalir bersamaan.
“Setetes demi setetes darah-Nya keluar dari tubuh-Nya yang pecah bagi Anda dan saya. Darah yang mahal, darah yang kudus, darah Anak Domba yang tidak bercacat, sekarang mulai mengalir! Tubuh yang diremukkan itu membuka satu jalan yang baru bagi Anda dan saya kepada Bapa.” Stephen Tong, “7 Perkataan Salib” hal 5
Darah yang mengalir, bilur yang menyembuhkan penyakit mematikan yang membinasakan, baik dalam tubuh daging maupun di kekalan. Penyakit dosa-dosa kita semua. Ini bukanlah rasa sakit yang sia-sia, ini rasa sakit yang menunjukkan kepada kita integritas Allah yang berkuasa.
Sebelum Ia di tangkap Yesus menyatakan tentang rasa sakit yang akan Dia alami. “Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” Matius 20:19 (TB) Ia bernubuat tentang penderitaan-Nya.
Digenapi dalam Matius 27:26 (TB), “Lalu ia membebaskan Barnabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan.” Sesahan inilah yang telah kita renungkan. Namun ada yang menarik, disini, Yesus menerima rasa sakit, penjahat bernama Bernabas dibebaskan.
Saya ingin tegaskan kepada Anda, bahwa tujuan utama penderitaan Yesus, rasa sakit yang Ia rasakan, untuk kemuliaan Allah, dan kita dibebaskan untuk kemuliaan itu, menikmati kemuliaan Allah. Bebas dari perbudakan dosa. Bukan sampai pada diri kita saja lalu selesai.
Maka suatu kesalahan besar jika, penderitaan Yesus hanya sekedar untuk meyelamatkan manusia. Lalu semuanya tentang kemuliaan manusia dan manusia bebas berbauta apa saya. Ini kesalah besar dalam pengajaran Kristen yang sering kita dengar dan membuat kita sering menjadi manusia narsis.
Kita telah merenungkan begitu rupa rasa sakit yang Yesus terima, selanjutnya rasa sakit ini akan membawa Yesus ke dalam maut. Maut yang memisahkan Dia dari Allah Bapa.
4. Menderita kesakitan sampai kematian berkuasa
Penderitaan dan kematian Yesus, merupakan kabar baik, sekaligus kabar dukacita karena kita dapat mengenal diri sendiri yang adalah pendosa besar. Pada poin ini saya akan menjelaskan rasa takut yang Yesus rasakan. Karena Ia akan disiksa dan sampai akhirnya kematian menguasai-Nya.
Semua ini bermula di malam itu, malam setelah mereka makan perjamuan. Mereka berangkat kesebuah taman, taman getsmani. Kita akan melihat untuk pertamakalinya Yesus merasakan ketakutan, Ia gemetar, Ia bahkan meminta sesuatu yang tidak akan terjadi atas diri-Nya pada waktu itu, yaitu jika dapat, lebih baik Ia tidak mengalami penderitaan dan tidak disalibkan.
Untuk membaca awal dari siksaan yang akan menimpa Yesus, silahkan Anda baca di Matius 26:36-26, Markus 14:32-42, dan Lukas 22:39-46. Kita lanjut…..
Di taman Getsemani, Yesus berkata, “Hatiku sangat sedih, seperti mau mati rasanya.” Ada rasa kesedihan yang sangat dalam, Yesus sebagai manusia yang terbatas merasakan semua perasaan ini dengan sangat jelas di dalam diri-Nya. Bahkan tiga kali berualang-ulang Yesus berdoa, “jika cawan murka Allah dapat lalu dari pada-Nya, biarlah ini lalu." Tetapi bukan kehendak-Ku yang jadi.” Yesus merasakan sedih hingga peluhnya menjadi titik-titik darah.” (Lukas 22:44).
Awal yang tragis, jika diperhatikan, awal dari rasa sakit yang akan ditimpakan kepada Yesus. Kita telah membahas pada poin-poin sebelumnya, setelah kejadian di taman Getsemani. Yesus disiksa dan dipermualukan.
Mari kita fokus pada bagaimana doa Yesus di taman Getsemani, menjadi refleksi yang menyegarkan dan membukan realitas dunia dan dosa. Saya sangat yakin ketakutan Yesus bukan hanya tentang penderitaan daging yang akan Ia terima. Hal ini terlalu mudah bagi Yesus, para Rasul, para Martir yang memberitakan Injil tidak ada sedikitpun ketakutan saat ingin dibunuh, bahkan sampai kematian mereka, mereka tetap bersukacita.
Stefanus contoh (Kis. 7:54-60), memberikan kepada kita satu kekuatan yang sangat hebat, ketika Ia akan mati dilempari batu. Bukan penderitaan yang Stefanus rasakan, ketika membaca teks tersebut. Saya dapat merasakan sukacita yang ia rasakan. Apalagi, ketika ia menatap ke langit dan melihat Yesus, ia bahkan berdoa untuk menyerahkan nyawanya kepada Yesus Sang Pemilik kehidupan.
Bagaimana dengan Yesus, mengapa Ia seoalah-olah begitu takut. Ada satu hal yang harus kita ketahui dan pikirkan secara serius. Bahwa ketika Yesus mati disalibkan, Ia mati dalam dosa-dosa kita, Dia mati karena seoalah-olah semua dosa kita adalah dosa Yesus. seolah-olah Yesus yang telah melakukan dosa. Dia yang kudus menjadi dosa.
Anda sangat mengerti pastinya, bahwa akibat dosa adalah maut, maut berarti keterpisahan dari Allah. Pada poin yang ke-3 saya akan menjelaskan kepada Anda bahwa semua pengorbanan Kristus, tidak akan berarti, jika Anda keras dan tidak sadar bahwa diri Anda pedosa besar, kita adalah manusia-manusia binasa.
Kebinasaan inilah yang ditaruh kepada Yesus, ketika di atas kayu salib sebelum Yesus mati Ia berseru, “Allahku Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku.” Matius 15:34 (TB). Saudara keterpisahan dari Allah adalah penderitaan kekal yang sejati yang Yesus takuti ketika Ia berada di Getsemani, ketika para pekabar Injil mati, mereka diberikan kekuatan untuk dapat tetap bertahan, tetap bersukacita.
Penderitaan dari kematian kelal telah ditimpakan semuanya kepada Yesus, itu mengapa ketika para Stefanus harus mati karena Injil, hal itu bukanlah masalah baginya. Justru suatu keberuntungan ketika Ia dapat sesegera mungkin bertemu dengan Yesus yang telah menanggung semua hukuman dosanya.
Saudaraku Yesus harus masuk ke dalam kerajaan maut, hal ini lebih menyakitkan dari pada kemiskinan. Yesus menikmati kemiskinannya selama di dunia, karena Allah bersama dengan Dia bahkan Dia adalah Allah. Tetapi ketika di atas kayu salib, Yesus dilihat oleh Allah Bapa sebagai manusia berdosa, bukan dosa yang sedikit, seluruh dosa manusia ditimpakan kepada-Nya.
Inilah Injil kabar baik, penderitaan Kristus sampai ke kematian-Nya. Sedang mengabarkan kepada kita, bahwa ada harapan, selalu ada pengampunan dosa. Bahwa Yesus tidak main-main untuk berbekaskasihan kepada manusia yang telah diperbudak oleh dosa.
5. Kuasa kematian yang dikalahkan
Kita tidak hanya sampai pada makna penderitaan dan kematian Yesus, kini kita sampai pada pusat dari pengharapan di atas dari segala pengharapan di dunia ini, yaitu kebangkitan Yesus. “Dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit.” Saudaraku kebangkitan Kristus merupakan kabar yang sangat baik, kita yang telah mati di dalam dosa, kini bangkit bersama Yesus.
Kematian Yesus adalah kematian di dalam dosa, untuk sebuah kehidupan baru, kehidupan yang kembali kepada definisi Allah bagi umat manusia, yaitu memuliakan Dia dan menikmati Dia sampai selama-lamanya.
Kebangkitan Yesus mengarahkann kita pada kehidupan yang hanya menikmati kemuliaan Allah, untuk melaksanakan tujuan Yesus dan membawa kabar baik, bahwa kematian, kebinasaan oleh dosa telah kalah, Yesus melangalahkan maut.
Kita telah dilahirkan kembali di dalam Yesus, inilah makna dari kebangkitan Kristus. Tidak ada satupun manusia yang dapat selamat tanpa dilahirkan kembali oleh air dan Roh (Yohanes 3:3-6, 15-16) ini merupakan pengharapan kekal, pengharapn yang tidak dapat habis, akan selalu baru setiap hari dengan pengharapan yang sama.
Saya akan berseru dengan keras, bahwa kuasa dosa tidak ada lagi. Walau saya dengan jelas melihat dosa-dosa yang kekal di dalam diri saya. Pada saat yang sama pengampunan kekal ada di dalam Yesus (1 Yohanes 1:9). Maka di dalam Injil, berita kebangkitan Kristus, merupakan seruan petobatan, agar kita mati atas dosa dan bangkit bersama Kristus.
Setiap hari merenungkan Kristus dan berjuang untuk berperang melawan dosa, berjuang untuk menikmati kehadiran Yesus di kehidupan hari lepas hari. “Anda harus mengakui bahwa Anda adalah manusia berdosa. Anda harus percaya Dia mati menggantikan Anda. Anda harus bergantung pada karya-Nya bukan pada perbuatan baik Anda.” Timothy Keller, “ Perjumpaan-Perjumpaan Dengan Yesus.” hal 97.
Baiklah kita selalu merenungkan Injil, dahulu saya mengira bahwa orang-orang yang membutuhkan Injil adalah mereka yang masih beragama lain, mereka yang belum percaya Yesus, sehingga saya berlajar untuk menulis dan berkotbah. Memusatkan perhatian saya, hanya pada bagaimana saya mengajak orang untuk melakukan ini dan itu.
Ternyata pemahaman ini suatu kesalahan yang sangat-sangat fatal, membawa saya pada motivasi kosong, motivasi yang salah dalam hal mengikut Yesus dan terjatuh pada legalisme. Tetapi sekarang mari renungkan Injil, baik Anda dan saya, tidak peduli Anda bergelar Doktor Teologi, Anda pengusahan sukses, memiliki gereja besar yang banyak jemaatnya.
Kita semua butuh perenungan pribadi yang memusatkan diri pada Injil. Injil yang merupakan kabar baik yang sama setiap hari, tetapi selalu baru, kabar ini menyegarkan jiwa, memberikan keuatan akan pengharapan di tengah penderitaan dan hati yang terus diperbaharui dan bertobat dari segala dosa. Mari Injil diri kita setiap hari.
6. Melihat diri kita sebagai manusia hina
Poin ini akan saya jelaskan lebih lengkap pada artikel, selanjutnya yang berjudul “Injil Yesus Kristus.” Makna penderitaan Yesus yang bisa kita hayati hingga saat ini, merupakan realitas akan diri kita yang adalah manusia hina, manusia berdosa, manusia yang layak dibinasakan. Inilah makna dari penderitaan Yesus, karena Yesus menjadi pengganti diri kita yang berdosa, sebab itu Ia menderita.
Mari kita lihat diri kita sendiri saat ini, keberdosaan yang merupakan natur kita, keberdosaaan yang telah menjadi darah daging. Ketika kita mulai berpikir pada masa kecil, lalu kita melakukan kesalahan. Hal utama yang kita lakukan adalah berbohong, bahwa kita tidak salah. Kita berusaha meyakinkan orang tua kita, bahwa bukan kesalahan kita.
Kita selalu berpikir untuk melaksanakan yang baik menurut kita, hal yang menyenangkan hati kita, memberikan kepuasan. Inilah sifat kita sebagai manusia, sejak dari kecil kita telah hidup dalam kehampaan tanpa makna tanpa mengetahui tujuan yang jelas dan memberikan kepauasan sejati, kita hanya menerima dusta dunia.
Kita makan, dan melihat sekeliling dengan ketiadaan makna, kita berusaha menututupnya dengan cara mencari hal-hal yang dapat membuat kita puas dan senang. Akhirnya kita benar-benar kosong, lalu kita memiliki tujuan tetapi tidak bermakna.
Kehinaan manusia menjadikannya tidak ada harapan, ia tidak layak. Allah tidak ada kewajiban untuk menyalamatkan manusia, Allah yang kudus bahkan lebih baik meninggalkan manusia-manusia yang menjadikan dirinya tuhan atas diri sendiri bahkan tidak jarang atas diri sesamanya.
Ketika kita secara jelas melihat diri kita adalah orang berdosa, ketika kita melihat semua kebaikkan kita sebenarnya tidak akan dapat membayar Allah, belas kasih Allah bukan karena manusia berharga, belas kasih Allah karena kerelaan kehendak-Nya dan kekayaan kasih karunia-Nya.
Baca Juga: Kasih Agape
Maka dari itu, kita akan selalu memuliakan Allah ketika merenungkan, kita sebenarnya tidak layak, namun dilayakkan untuk dapat percaya kepada Yesus dan menerima pengharapan hidup kekal, kehidupan yang menikmati Yesus sampai selama-lamanya.
“Oleh karena itu, agar pendamaian yang diwujudkan melalui salib bisa menyeluruh maka salib tidak bisa hanya mencakup relasi individu kita dengan Allah saja. Setiap kita diselamatkan secara individu, tapi kita tidak diselamatkan untuk menjalani kehidupan yang individualis. Kita ada sebagai bagian dari rencana Allah memulihkan segala sesuatu, dan kita diminta menjadi saksi bagi kabar baik Allah yang memulihkankan, sebagai tubuh Kristus.” Matt Chandler dan Jared C.Wilson, “Injil yang Jelas” hal 143
Suatau kesuakaan besar ketika kita mendapati Yesus yang mulia bukan hanya menyelamatkan. Ia memberikan kita makna hidup, tujuan yang jelas (Matius 28:19), kita mendapatkan Dia sebagai harta berharga, harta yang menguduskan kita, menjadikan kita Anak Allah, menjadikan kita orang-orang berharga, karena keberhargaan Yesus yang kudus ada di dalam kita.
7. Penutup dari penulis
Kasih yang radikal merupakan kasih yang nyata dari Allah kepada manusia, keadilan yang radikal, menjadikan diri-Nya korban yang sempurna, tidak bercacat dan tidak lagi diperlukan korban dari binatang.
Yesus Kristus telah memberikan diri-Nya. Tulisan ini sedang membawa Anda untuk merenungkan betapa radikalnya kasih yang Yesus sedang tunjukkan kepada kita, kasih ini memberikan kita kekuatan untuk hidup walau dalam penderitaan sekalipun.
Sedikit penjelasan tentang artikel ini, Artikel ini akan menjadi Ebook (tapi tidak jadi). Yang sedang Anda baca saat ini merupakan bagian 1 dengan judul utama “Ia Menjadi Sangat Hina” Buku ini saya beri judul Kasih Yang Radikal.
Baca Juga: Injil yang sebenarnya, Yesus jalan kebenaran dan hidup
Itulah sedikit informasi tentang tulisan yang cukup panjang untuk Anda baca, kiranya penjelasan saya tentang makna penderitaan Yesus sebelum Ia disalibkan sampai akhirnya kebangkitan-Nya. Memberikan kepada Anda pengertian yang utuh tentang Injil bahkan Alkitab yang sebenarnya berpusat pada Yesus.
Kiranya damai sejahtera dari Allah kita terus melimpah atas kita, dalam Yesus kita terus semakin mengenal Dia, setiap hari memberitakan Injil kepada diri, jika berkesempatan beritakan Injil kepada orang belum percaya, dan diskusikan Injil kepada orang-orang percaya. Demikianlah makna penderitaan Yesus sebelum disalibkan sampai kebangkitan-Nya. AMIN
______________________________________
Refrensi atau buku bacaan saya:
Gerald Bray “Allah telah berfirman sejarah teologi jilid 1”
Hendry C. Thiessen, “Teologi Sitematikan”
Matt Chandler dan Jared C.Wilson, “Injil yang Jelas”
Stephen Tong, “7 Perkataan Salib”
Timothy Keller “Perjumpaan-Perjumpaan Dengan Yesus”
Posting Komentar untuk "Makna Penderitaan Yesus Sebelum Disalibkan"
Silahkan Berkomentar